Minggu, 31 Mei 2015

Metodologi Penelitian Kualitatif, Fenomenologi

Metodologi Penelitian Kulitatif fenomenologi
Dunia pendidikan suatu penelitian sangat diperlukan karena dengan kita sebagai penerus bangsa harus mengetahui secara pasti kebenaran dari pendidikan dan ilmu pengetahuan agar tidak terjadi kesalahan dan kesimpangsiuran terhadap peserta didik. Penelitian merupakan suatu usaha menghubungkan kenyataan empirik dengan teori apabila teori sudah ada. Karena dalam dunia penelitian dikenal dengan  penelitian kuantitaif dan penelitian kulitatif menurut Burhanuddin (2013).
penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk mengungkapkan gejala secara holistik-konstektual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.  Penelitian kuantitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis pendekatan induktif.
Penelitian Kualitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya yang kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris dilaporan. Pada penelitian kualitatif juga dikenal dengan pendekatan Fenomenologi, dan pada kesempatan ini sedikit menggambarkan tentang penelitian kualitatif menggunakan pendekatan Fenomenologi.

A.  Pendekatan Fenomenologi
Subliyanto (2010) mengatakan penelitian fenomenologi bersifat induktif, pendekatan yang dipakai adalah deskriptif yang dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Fokus filsafat fenomenologi adalah pemahaman tentang respon atas kehadiran atau kebaradaan manusia, bukan sekedar pemahaman atas bagian-bagian yang spesifik atau prilaku khusus. Tujuan penelitian fenomenologikal adalah menjelaskan pengalaman-pengalaman apa yang dialami seseorang dalam kehidupan ini, termasuk interaksinya dengan orang lain. Contoh penelitian fenomenologi atau study mengenai daur hidup masyarakat tradisional dilihat dari perspektif kebiasaan hidup sehat. Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan. M. Syahran Jailani (2013) Pada hakikatnya penelitian kualitatif menggunakan pendekatan secara fenomenologi. Artinya Peneliti berangkat kelapangan dengan mengamati fenomena yang terjadi di lapangan secara alamiah. Namun nanti yang akan membedakan masing-masing jenis penelitian itulah fokus penelitian. Apakah penelitian itu fokus kebudaya, fenomena, kasus dan sebagainya. Penelitian fenomena ini pertama dikemukakan oleh Edmund Hursserl (1859-1938) seorang filsuf Jerman. Pada mulanya penelitian ini bermula dari penelitian sosial. Ada beberapa pengertian tentang fenomenologi menurut Hursserl diantaranya yaitu: (a) pengalaman subjektif atau fenomenologikal, (b) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Hal ini dapat dipahami bahwa penelitian fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada pengalaman-pengalaman manusia dan bagaimana manusia menginterpretasikan pengalamannya. Ditinjau dari hakekat pengalaman manusia. Perkembangan fenomenologi dapat dicirikan oleh cakupan bidang yang luas, dengan muatan isu yang bersifat multi-disiplin. Pada awal perkembangannya menurut Agus Salim (2006) fenomenologi memiliki ciri-ciri yaitu  descriptive phenomenology, yakni pembuktian secara deskriptif atau dua bentuk temuan: permasalahan dan objek sebagai permasalahan. Pembagian ini tampaknya cukup berpengaruh kemudian, yakni pada terbentuknya empat percabangan besar yang dikenal dalam fenomenologi.


1.       Realistic Phenomenology
Percabangan ini menekankan pada pencarian persoalan universal manusia ditinjau dari berbagai objek yang meliputi, tindakan, motif tindakan, serta nilai kepribadian. 
2.       Constitutive Phenomenology
Gambaran tentang cabang ini adalah seperti pendapat Husserl yang kemudian dikembangkan oleh Oskar Becker, Aron Gurwitsch dan Elizabeth Stoker yaitu refleksi tentang metode transcendental phenomenological epoche, dan penyederhanaannya. Prosedur ini meliputi keraguan terhadap penerimaan status kehidupan kesadaran sebagai hal yang ada di dunia dan juga adanya keraguan sebagaimana ditunjukkan dalam pemahaman intersubjektif untuk dunia dan untuk menempatkan constitutive phenomenology dalam tradisi modern yang kembali pada pemikiran Immanuel Kant dan juga mencirikan hasil pemikiran Husserl. Selain hal itu, fenomenologi yang dikembangkan di Amerika oleh Alferd Schultz (tokoh kunci perkembangan fenomenologi dan penerapannya di bidanga sosiologi di Amerika), masyarakat membentuk dunianya sendiri melalui kesadaran constitutive maupun kesadaran reconstitutive yang melakukan tindakan apa adanya (taken for granted). Dalam kaitan itu Schutz menyarankan hendaknya penelitian sosial lebih memfokuskan pada dunia kehidupan sehari-hari.  Realitas berada dalam kegiatan intersubjektive sehingga ciptaan dari pikiran selalu berada dalam proses interaksi para aktor yang terlibat dalam kehidupan sehari-hari menurut Agus Salim dalam George Ritzer, 1981 : 166. Di sisi lain, Ritzer menyadari bahwa walaupun masyarakat mempunyai seperangkat pengetahuan tentang dunianya namun stock of knowledge tersebut ternyata juga tidak sempurna dalam menginterpretasikan objek tersebut. Stock of knowledge itu sendiri terdiri atas akal sehat dan kategori dimana asal dunia sosial itu.

3.      Existential Phenomenology
Perkembangan percabangan ini bermula dari pemikiran Martin Heidegger yang menggunakan kehidupan manusia sebagai cara dalam ontologi fundamental yang bergerak melampaui ontologi regional yang disampaikan oleh Husserl. Setelah Martin Heidegger, Hannah Arendt menjadi orang pertama yang menggunakan fenomenologi eksistensial dengan kecenderungan pemikirannya pada topik-topik seperti tindak kekerasan, kekuasaan, dan kematian. Di samping Arendt, masih banyak tokoh yang mengembangkan fenomenologi eksistensial seperti dalam isu gender, hari tua, kebebasan, dan kesusasteraan.
4.      Hermeunitical Phenomenology
Membedakan fenomenologi hermeunitik adalah pada metode interpretasi. Fenomenologi hermeunitik berkembang lebih mendunia dengan isu pemikiran ke arah antropologi, filsafat, ekologi, gender, etnisitas, agama, dan teknologi. Perkembangan tersebu tjuga mencakup perhatian pada estetika, etika, filsafat manusia, politik.

B.  Ciri-ciri pokok peneliti fenomenologi menurut M.Syahran Jailani dalam Moleong( 2007:8) yaitu:

1.    mengacu kepada kenyataan, dalam hal ini kesadaran tentang
sesuatu benda secara jelas
2.    memahami arti peristiwa dan kaitan-
kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi –situasi
tertentu.
3.   memulai dengan diam.

C.  Kekuatan dan Kelemhan fenomenologi menurut Derichard H. Putra (2012).
1.      Kekuatan fenomenologi
Kekuatan fenomenologi adalah dapat mendeskripsikan fenomena sebagaimana adanya dengan tidak memanipulasi data. Aneka macam teori dan pandangan yang didapat sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dari adat, agama, ataupun ilmu pengetahuan harus buang dulu,  ini dimaksudkan agar hasil dalam mengungkap pengetahuan atau kebenaran benar-benar objektif.
Kekuatan lainnya, fenomenologi memandang objek kajian sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpisah dari objek lainnya, dengan demikian fenomenologi menuntut pendekatan holistik, bukan pendekatan partial, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati.
2.      Kelemahan fenomenoogis
fenomenologi juga tidak lepas dari kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah tujuan dari fenomenologi itu sendiri. Fenomenologi bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu pengetahuan, merupakan suatu yang absurd. Sebab fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak bebas nilai (value-free), tetapi bermuatan nilai (value-bound). Hal ini dipertegas oleh Derrida yang menyatakan bahwa tidak ada penelitian yang tidak mempertimbangkan implikasi filosofis status pengetahuan. Kita tidak dapat lagi menegaskan objektivitas atau penelitian bebas nilai, tetapi harus sepenuhnya mengaku sebagai hal yang ditafsirkan secara subjektif dan oleh karenanya status seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif. Sebagai akibatnya, tujuan penelitian fenomenologis tidak pernah dapat terwujud.
Kelemahan lainnya, fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek yang diamati, sehingga jarak antara subjek dan objek yang diamati kabur atau tidak jelas. Dengan demikian, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan cenderung subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi tertentu, serta dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan tidak dapat digenaralisas

Rujukan

Agus Salim. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Burhanuddin. 2013. Perbedaan Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif

Derichard H. Putra. 2012. Fenomenologi dan Hermeneutika: Sebuah Perbandingan.


M. Syahran Jailani.  2013. Ragam Penelitian Qualitative (Ethnografi, Fenomenologi, Grounded Theory,danStudi Kasus).

Subliyanto  2010. Macam-Macam Metode Penelitian Kualitatif



 




Karya Tulis Ilmiah (Non Penelitian)

Tata Kelola Piramida Keolahragaan Dalam Pengembangan Prestasi Atlet

BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional(2005: 36) pembinaan dan pengembangan industri olahraga dilaksanakan melalui kemitraan yang saling menguntungkan agar terwujud kegiatan olahraga yang mandiri dan professional. Tentu saja pemerintah daerah dalam mengembangkan industri olahraga memberikan kemudahan dalam pembentukan sentra-sentra pembinaan dan pengembangan olahraga.
Negara kita tengah giat membangun untuk mencapai suatu keadaan di mana ada keadilan dan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, budaya, bahkan sampai  pembangunan pada wilayah keolahragaan  dan pertahananyang dapat dinikmati oleh segala lapisan masyarakat baik lahir maupun batin. Dari keadaan tersebut diharapkan perbedaan antara golongan kaya dan miskin semakin kecil. Namun untuk menuju kesuatu cita-cita yang ideal diperlukan suatu perjuangan yang terus menerus. Ada kalanya sering dihadapkan pada masalah-masalah yang relatif berat dan besar, karena menyangkut hidup orang banyak. Masalah-masalah tersebut antara lain pengangguran, kemiskinan, pendidikan atau keterampilan yang rendah, dan produktivitas yang kecil. Oleh karena itu bangsaIndonesia harus memacu pembangunan nasional untuk meraih sasaran yang ditetapkan. Perkembangan prestasi para atlet Indonesia dapat dilihat melalui event olahraga yang pada umumnya diikuti baik di tingkat nasional maupun Internasional yaitu PON, SEA Games, Asian Games dan Olimpiade.
 Berdasarkan data dari KONI, PON terakhir telah diselenggarakan pada tahun 2008 di Provinsi Kalimantan Timur dengan juara umum diraih oleh Provinsi Jawa Timur. Di ajang Internasional, Indonesia mengalami penurunan prestasiolahraga. Peningkatan mulai terjadi pada Asian Games XVI tahun 2010, Indonesia meraih peringkat ke 15. Lalu pada SEA Games XXVI 2011 dimana Indonesia sebagai tuan rumah, prestasi atlet Indonesia mengalami perkembangan pesat disebabkan karena Indonesia lolos menjadi juara umum (Lailah, 2012).
Prestasi olahraga menurut (Setyobroto dalam Yulianto,  2006) merupakan aktualisasi dari akumulasi hasil proses latihan yang ditampilkan atlet sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk berprestasi, atlet dibantu seorang pelatih. Menurut Sukadiyanto(Setyobroto dalam Yulianto, 2006), pelatih adalah seseorang yang memiliki kemampuan yang profesional untuk membantu mengungkapkan prestasi atlet menjadi kemampuan yang nyata secaraoptimal dalam waktu yang relatif singkat.Organisasi keolahragaan merupakan aspek yang paling penting  dalam pencapaian kualitas prestasi olahraga dan juga sebagai alasan suatu negara memperlihatakan eksistensinya melalui prestasi atletnya, sejauh ini organisasi keolahragaan sangat tidak memperlihatkan eksistensinya dimana banyak sekali cabang olahraga yang tidak terwadai. Berpartisipasi dalam olahraga melibatkan tingkat tertentu dari resiko, bahkan ketika tindakan pencegahan yang wajar telah dilaksanakan. Pelatih memiliki beberapa tingkat tanggung jawab untuk semua aspek dari program atletik mereka. Misalnya, pelatih perlu khawatir tentang kesejahteraan pemain mereka dan pemeliharaan peralatan dan fasilitas atletik. Tanggung jawab ini jatuh di bawah payung manajemen risiko dan evaluasi yang dikendalikan dari lingkungan atletik. Mengevaluasi manajemen risiko di lingkungan atletik adalah elemen administrasi yang signifikan untuk pelatih. Sedangkan risiko tidak pernah dapat sepenuhnya dihilangkan, individu-individu harus menyadari, dan harus berusaha untuk membatasi paparan peluang kewajiban. Oleh karena itu, pelatih harus mengerahkan upaya yang signifikan untuk memonitor semua komponen program atletik mereka
Tanpa memiliki rasa percaya diri secara penuh seorang atlet tidak akan dapat mencapai prestasi tinggi, karena ada hubungan antara motif berprestasi dan percaya diri. Percaya diri adalah rasa percaya bahwa ia sanggup dan mampu untuk mencapai prestasi tertentu; apabila prestasinya sudah tinggi maka individu yang bersangkutan akan lebih percaya diri (Setyobroto dalam Yulianto, 2006). Kurang percaya diri tidak akan menunjang tercapainya prestasi yang tinggi. Kurang percaya diri berarti juga meragukan kemampuan diri sendiri, dan ini jelas merupakan bibit ketegangan, khususnya pada waktu menghadapi pertandingan melawan pemain yang seimbang kekuatannya, sehingga ketegangan pada waktu bertanding tersebut merupakan bibit kekalahan. Disampaing itu mental dan psikis juga sangat menunjang para atlet ketika ingin bertanding menurut (Amrank. 2012), Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya, dengan memiliki konsep diri yang mantap, seorang atlet akan mampu menghadapi keadaan yang bagaimana pun juga, dan diaharapkan akan dapat sukses sebagai atlet dan dapat sukses dalam hidupnya.
Menurut (Setyobroto, 2002), jika tidak memahami makna dari olah raga yang dilakukannya, maka seorang atlet akan mengalami ketidak seimbangan tubuh dan jiwa. Prestasi yang dicapainya akan menjadi tidak menentu, walaupun suatu saat akan mencapai hasil yang baik. Atlet akan mudah mengalami kemerosotan prestasi dan lebih parah lagi apabila kondisi fisik dan mentalnya mengalami kemrosotan yang lebih tajam. Kesulitan pembinaan pestasi dari fetbinya terjadi pada segi fisik antara lain keterampilan,  kesehatan (kebugaran jasmani), sedangkan dari segi mental antara lain kedispilinan, motivasi, kreativitas serta kepercayaan diri atlet.
Dengan itu perlu untuk membangun kualitas kinerja para atlet dengan melakukan beberapa perubahan dalam sistem pengembangannya atau tata kelola, dengan pembentukan tata kelola organisasi yang baik kedepanya mampu membangun kembali semangat olahraga, demikian juga dari segi pembinaan harus dimulai sejak dini sampai pada tingkat mahasiswa dan ketika usia seperti ini tidak dapat menghasilkan prestasi yang baik maka susuah untuk berkembang kedepanya (Pelana, 2013). Salah satu syarat penting dalam pembinaan atlet atau dasar kokoh, rintisan selalu mengacu pada berbagai komponen terkait diantaranya pengembangan IPTEK olahraga.
Dengan melihat berbagai macam kemunduran prestasi olahraga, yang bukan dikarnakan kurangnya sumber daya manusia yang berprestasi tapi karna organisasi yang menjadi tempat untuk menunnjukkn bakat-bakat masyarakat tidak terwadahi dengan baik maka dari itu “Tata Kelola Piramida Organisasi Keolahragaan Dalam Pengembagan Prestasi Atlet” hadir untuk mengetahui sistem pengambangan dan pengelolaan  prestasi atlet secara menyeluruh sampai pada puncak atlet mampu untuk diikut sertakan dalam berbagai macam pertandingan.
B.     Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah adalah:
Bagaimana cara untuk meningkatkan prestasi atlet?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian adalah:
Dapat mengetahui tata kelola oraganisasi olahraga dengan baik melalui sistem piramida.
D.    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh:
1.      Teoritis
Dari berbagai alasan dalam pengembangan prestasi atlet dipandang perlu untuk melakukan perubahan sistem sehingga dapat memungkinkan untuk pencapaian prestasi atlet dan juga sebagai referensi untuk kedepannya.
2.      Praktis
a.       Mampu meningkatkan motivasi atlet dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan.
b.      Sebagai awal dari terbentuknya organisasi dimana dapat memenuhi
     segala cabang olahraga yang ada.
c. Sebagai pembeda dari apa yeng telah ada sebelumnya, dan mampu           betul-betul memperbaiki sistem olahraga yang ada sekarang ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Tata Kelola Piramida
Tata kelola adalah suatu perencanaan manajeman dalam pencapaian suatu tujuan, istilah manajemen (management) telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda, misalnya pengelolaan, pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, ketetapengurusan, administrasi dan sebagainya. Dari hasil sosialisasi dan bimtek keamanan informasi tersebut, diketahui bahwa mayoritas instansi peserta belum memiliki atau sedang menyusun kerangka kerja keamanan informasi yang memenuhi standar SNI ISO/IEC27001. Beberapa instansi yang telah memiliki dokumentasi sistem manajemen keamanan informasi juga belum mengetahui apakah kerangka kerja yang mereka bangun telah memenuhi persyaratan standar SNI ISO/IEC27001 karena belum menjalani audit secara independen (Kominfo, 2011).
Tujuan jangka panjang dari pembinaan olahraga adalah mendorong institusi keolahragaan yang ada melakukan tata kelola organisasinya secara mandiri, efisien, dan akuntabel. Setiap organisasi yang mengelola olahraga pendidikan perlu diarahkanuntuk menjadi organisasi yang sehat. Mereka perlu melakukan pembenahan perencanaan dengan menentukan kebijakan dan program-program dengan berdasarkan pada skala prioritas. Tata kelola juga berbicara tentang manajemen kinerja, adapun penegertian dari manajemen kinerja adalah ilmu yang memadukan seni didalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajeman yang memiliki  tingkat fleksibilitas yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi dan misi sutu kelembagaan atau sistem dengan cara memperguanakan orang yang ada di organisasi tersebut secara maksimal (Fahmi, 2014).
Sistem tata kelola juga sering dikaitkan dengan, membangun mekanisme internal dan eksternal guna membimbing karyawan dan manajer perusahaan, yang masing-masing memiliki tugas dankewajiban terhadap shareholders, bondholders, danstakeholder (Kartika, 2008)
B.   Organisasi Keolahragaan
Menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat, perusahaan didorong untuk melakukan perubahan agar dapat berkembang dan bertahan dalam persaingan bisnis yang kompetitif (Darmawati, 2007). Dorongan untuk melakukan perubahan tersebut dapat berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Dorongan perubahan dari dalam organisas adalah adanya permasalahan sumber daya manusia dan permasalahan manajerial.
Olahraga telah menjadi fenomena global dengan diakui kedudukannya oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai instrumen pembangunan dan perdamaian. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia juga memandang penting pembangunan olahraga karena olahraga diyakini merupakan wahana yang strategis dan efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk membentuk watak dan karakter bangsa (nation and character building) (Quroni,2013)
World Conference On Education and Sports for Culture of Peace  (I0C dalam Quroni, Juli 1999), menyebutkan bahwa:
1.    Olahraga adalah sekolah kehidupan dan dapat menjadi sekolah perdamaian.
2.    Olahraga dapat membangun jembatan perdamaian di antara orang-orang dan ras.
3.    Olahraga adalah hak asasi manusia seperti hak pendidikan, hak untuk identitas dan lainnya
4.    Olahraga adalah alat yang baik untuk memperkenalkan kebiasaan dari kehormatan.
U.U RI no. 3 tahun 2005. Tentang sistem keolahragaan nasional setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk melakukan kegiatan olahraga memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga memilih dan mengikuti jenis dan cabor yang sesuai bakat dan minatnya memperoleh pengarahan dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam keolahragaan. menjadi pelaku olahraga mengembangkan industri olahraga.
Manajer strategis membuat piliha-pilihan baru yang melibatkan keberhasilan dan perjalanan organisasi. Karena masalah-masalah strategis sangat unik, maka manajer atas dasar penilaian dan pengalaman harus mampu mengelola sejumlah sumber daya organisasi kedalam sebuah projek-kegiatan yang mengantarkan keberhasilan organisasi. Tantanan utama yang dihadapi manajer strategis adalah memadukan peluang-peluang yang ada di lingkungan dengan kapabilitas-kapabilitas organisasi kearah pencapaian tujuan organisasi.  Jika dilihat dari berbagai teori manajemen terinventarisasi fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut: Planning, Organizing, Coordinating, Motivating, Controlling, Directing, Staffing, Innovation, Representation, Supervising, Communicating, Actuating, Appraising, Commanding, Reporting, Executing, dan Budgeting. Dari sekian banyak fungsi, ada yang memasukkan coordinating sebagai bagian essensial dari organizing, sedangkan communicating ada yang memasukkannya ke dalam motivating, dan reporting hanya sebagai alat kontrol semata bukan merupakan fungsi yang terpisah (Nugroho, 2010).
Dalam bidang keolahragaan, maka organisasi yang dibentuk berkaitan dengan kegiatan yang bergerak di bidang olahraga. Organisasi olahraga mempunyai peranan yang sangat penting terhadap kegiatan olahraga. Organisasi sebagai wadah kegiatan olahraga dan menangani semua aktivitas olahraga dalam rangka mencapai prestasi yang maksimal. Organisasi olahraga berkembang sesuai dengan kebutuhan yang semakin lama semakin luas tujuannya. Suatu organisasi memerlukan aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua anggota agar tujuan organisasi tersebut tercapai, maka timbul Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) agar tidak terjadi penyelewengan (Purnama, 2014).
C.      Prestasi Atlet
Pembibitan olahraga adalah tahapan penting yang dijadikan sebagai pondasi keberhasilan system pembinaan prestasi olahraga. Artinya, berhasil atau tidaknya system pembinaan prestasi olahraga prestasi sangat dipengaruhi oleh proses pembibitan yang dilakukan. Kesalahan dalam melakukan proses pembibitan akan menyebabkan terjadi ketidak menentunya prestasi atau regenerasi tida kontinyu, bahkan biasa mengakibatkan kegagalan dalam proses pembinaan prestasi olahraga Sebagai akibatnya, atlet akan mengalami kesulitan dalam upaya meraih prestasi secara optimal.
Akhir-akhir ini setiap lapisan masyarakat di seluruh nusantara sudah menunggu kejayaan prestasi yang dapat diraih oleh ara olahragawan yang berlaga di berbagai arena olahraga. Prestasi yang diraih oleh para olahragawan akan mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang saat ini sedang mengalami kepurukan. Pengibaran Bendera merah putih yang bersamaan dengan lagu Indonesia Raya dikumandangkan pada suatu even telah ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia.
Prestasi olahraga merupakan gejala majemuk, karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. Di dalam dunia olahraga prestasi, peyebab kegagalan olahragawan dalam kinerjanya ditentukan oleh beberapa faktor seperti: (1) kemampuan fisik yang kurang prima; (2) penguasaan tekniknya yang kurang sempurna; (3) penerapan taktik yang kurang tepat; (4) kondisi lingkungan; dan (5) persiapan psikis yang kurang matang serta pemenuhan gizi makanan yang kurang baik dan lain-lain (Passau dalam Sudarko, 1986).
Disamping aspek-aspek penentu kinerja tingkat tinggi tersebut terdapat aspek yang tidak kalah pentingnya yang perlu mendapat perhatian dalam menghasilkan prestasi olahraga yakni pemanduan bakat. Pemanduan bakat olahraga merupakan usaha yang dilakukan untuk memperkirakan peluang olahragawan yang berbakat dalam olahraga prestasi, untuk dapat berhasil dalam menjalani program latihan sehingga mampu mencapai prestasi puncak (Gunarsa dalam Sudarko, 1992).
Disamping memperhatiakn berbagai aspek juga harus diperhatikan, proses pembinaan olahraga di usia dini tersebut harus dilakukan secara terus menerus dan berkelenjutan guna memperbaiki kondisi pencapaian prestasi olahraga Indonesia yang secara umum menunjukkan inkonsistensi (Aji, 2013).
Disamping pembinaan ilmu gizi juga perlu diperhatikan, kurangnya perhatian mengenai ilmu gizi dalam pembinaan SSB inilah yang menyebabkan minimnya pengetahuan atlet dan pelatih mengenai makanan yang baik dalam menunjang prestasi atlet. Padahal, menurut (Husaini  dalam Mutmainnah, 2002), gizi yang cukup dapat menjamin kesehatanoptimal yang dibutuhkan seorang atlet untuk berprestasi, tetapi banyak orang tidak mengerti hubungan yang langsung antara gizi yang cukup dengan bentuktubuh, daya tahan, dan pencegahan terhadap kecelakaan berlatih.
Prestasi olahraga yang telah dicapai oleh atlet Indonesia baik tingkat nasional maupun internasional perlu terus menerus lebih ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui pemenuhan zat gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan para atlet. Hal ini dapat dicapai apabila semua yang terkait yaitu para atlet sendiri, Pembina olahraga, dan penyediaan makanan telah sadar gizi pengetahuan (Hidayanti dalam Mutmainnah, 2003).
Pelatih pada umumnya telah melewati kiprahnya di dunia olah raga sebagai seorang atlet. Oleh karenanya, ketika menjadi seorang pelatih bagi atlet-atlet di sebuah cabang olah raga, pelatih harus menjalankan profesinya secara profesional.Saat ini kebanyakan pelatih masih membawakan performance waktu sebagai atlet.Pelatihharus mengilhami dirinya menjadi panutan dan teladan bagi atlet disuatu cabang olahraga. "Pelatih itu adalah tulang punggung cabang olahraga. Jadi, kalau tulang punggung (pelatih) itu sakit, maka atlet juga akan sakit (Nando, 2010).
Dengan mengobservasi perilaku para atle, biasanya dapat mengetahui falsafah pelati Gaya permainan para atlet, rasa hormat(rescpect)Yang diperlihatkan kepada para ofisial dan lawan-awannya,perilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk (Nando, 2010), mengatasi stress-stress pertandingan, semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir-akhir pertandingan, sampai pada kostum latihan dan yang dipakai dalam pertandingan, itu semua dapat merupakan sebagian indikator yang (Nando, 2010).

BAB III
METODE PENULISAN
A. Jenis penulisan
Jenis penulisan dalam karya tulis ini adalah kajian pustaka. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif, sumber literatur dalam karya tulis ini dari buku-buku, Jurnal, dan bahan dari internet.
B. Objek Tulisan
Objek tulisan dalam karya tulis ini adalah sebagai bentuk pengembagan prestasi atlet.
C. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data dimulai dengan mengumpulkan referensi-referensi yang relevan dengan persoalan yang diangkat. Yakni mengenai permasalahan yang ada pada lapangan terkhusus apa yang telah atlet raih dan upaya pemerintah dalam menanganinya. Setelah pangumpulan data maka dilakukan pengkajian literatur kemudian memilah informasi yang relevan dengan persoalan yang akan dibahas.
D. Prosedur Penulisan
Setelah data dirampungkan, maka dilakukan analisis data yang dikumpulkan sehingga dihasilkan data yang dapat  menunjang dalam pembahasan yang diramu secara deskrptif.

         
BAB IV
ANALISIS DAN SINTETIS
A.      Analisis
Dari berbagai tinjauaan sistem organisasi ataupun tata kelola keolahragaan diindonesia sangatlah tidak terstruktur yang dampakanya langsung pada prestasi atlet tanah air mulai dari ketua organisasi dalam cabang olahrga tertentu yang tidak memiliki kapasitas dalam cabang olahraga tersebut, akibatnya prestasi indonesia tidak mengalami penigkatan bahkan setiap tahunnya mengalimi penurunan, dari segi pembinaan khususnya harus sesuai dengan eksistensi atlet sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan raga, mahkluk sosial, dan makhluk Tuhan dengan segala sifat dan hukumnya (Amrank, 2012).
Disamping dari segi pembinaan yang baik juga diperlukan menejeman oraganisasi yang baik agar mampu menunjang terciptanya peningkatan prestasi olahraga, menurut Nugroho (2010), Keberhasilan suatu organisasi olahraga prestasi selalu dikaitkan dengan seberapa jauh prestasi olahragawan yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa organisasi olahraga prestasi yang dapat menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik dapat diharapkan akan menghasilkan prestasi yang baik pula.
Jika dilihat dari berbagai teori manajemen terinventarisasi fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut : Planning, Organizing, Coordinating, Motivating, Controlling, Directing, Staffing, Innovation, Representation, Supervising, Communicating, Actuating, Appraising, Commanding, Reporting, Executing, dan Budgeting. Dari sekian banyak fungsi, ada yang memasukkan coordinating sebagai bagian essensial dari organizing, sedangkan communicating ada yang memasukkannya ke dalam motivating, dan reporting hanya sebagai alat kontrol semata bukan merupakan fungsi yang terpisah. Dari segi inilah dapat kita tarik kesimpulan bahwa organisasi olahraga adalah dasar dari terciptanya prestasi atlet.
Melihat dari proses pencapaian sutau prestasi atlet yang baik tak terlepas dari proses latihan, menurut Syafruddin (2010), seorang atlet diraih melalui suatu proses latihan yang panjang yang dilakukan secara terprogram, sistematis, terarah dan berkesinambungan sesuai dengan olahraganya, hal seperti inilah terkadang tidak dipedulikan yang hanya dijadikan sekedar menggugurka tanggung jawab pelatih dan organisasi olahrga yang menaunginya.
Disamping dari sesi latihan yang baik juga sangat diperlukan pelatih yang berkualitas, dari segi mental dan wawasan. Pelatih yang berkualitas adalah pelatih yang memiliki kemampuan melatih yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan cabang olahraga yang dibinanya (Syafruddin, 2010).
Peran seorang pelatih dalam proses pencapaian prestasi atlet harus mampu mengetahui bahwa fungsi seorang pelatih antara lain: sebagai sahabat / teman atlet, sebagai peletak dasar disiplin atlet, sebagai idola / figur / panutan, sebagai orang tua, sebagai siswa yang harus terus belajar, sebagai manajer, sebagai instruktur, sebagai ilmuwan, sebagai analis, sebagai administrator, sebagai agen promosi, sebagai guru, dan juga sebagai psikolog (Sidik, 2010), tak jarang peletih mengetahui hal ini mungkin keterbatasan pemahaman atau mungkin hanya sekedar melatih dan menggugurkan tanggung jawab.
Dari segala persoalan megenai prestasi atlet yang paling menjadi perhatian dunia olahraga indonesia adalah jaminan hari tua untuk para atlet yang berprestasi yang tak kunjung terselesaikan. Jaminan hari tua untu para atlet setidaknya mampu memberikan motivasi tersendiri untuk para atlet yang ingin berlaga pada cabang olahraga tertentu dan juga memberikan doronga tersendiri terhadap orang tua untuk memotivasi anaknya untuk olahraga prestasi, jaminan hari tua ini juga memberikan warna tersendiri ketika para atlet menjuarai suatu cabang olahraga tertentu atas jerih payahnya dapat dihargai bukan hanya mendapat medali juga sedikit mendapat penghargaan berupa materi walupun tidak seberapa.
B.       Sintetis
Berdasarkan U.U RI no. 3 tahun 2005. Tentang sistem keolahragaan nasional setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk, melakukan  kegiatan olahraga memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga memilih dan mengikuti jenis dan cabor yang sesuai bakat dan minatnya memperoleh pengarahan dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam keolahragaan. Menjadi pelaku olahraga mengembangkan industri olahraga.
Dari U.U diatas sangat jelas  bahwa setiap warga negara indonesia berhak menunagkan bakat dan minatnya pada cabang olahraga tertentu namun terlepas dari itu terkadang setiap warga negara indonesia dalam proses seleksi atlet terkadang dibatasi yang hanya mampu untuk mengikuti seleksi orang-orang yang dekat dengan pelatih ataupun para pencari bakat.
Dalam segi pembinaan sering kali menua hasil yang tidak maksimal bukan karena sumber daya manusi kita yang kurang namun dikarnakan proses seleksi dan pembibitan sering melelui jalan kompas. Hakekat pembangunan olahraga nasional adalah upaya dan kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga yang merupakan bagian upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang utamanya ditujukan untuk pembentukan watak dan kepribadian termasuk sifat-sifat disiplin, sportivitas dan etos kerja yang tinggi.
 Pembangunan olahraga selama ini dilaksanakan lewat dua jalur. Ada dua jalur yang dilalui dalam poses pembinaan ditanah air, jalur pertama adalah melalui jalur pendidikan, yang penyelengaraannya dikoordinasikan oleh Depdiknas, dan kedua adalah pembangunan olahraga lewat jalur masyarakat yang penyelengaraannya selama ini di koordinasikan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), sebagai organisasi yang mewakili unsur masyarakat. Kedu jalur ini belum efektif dalam pengembangan ataupun proses pembibitan atlet dikernakan kurangnya kordinasi antara pihak organisasi pusat dengan organisasi pada cabang olahraga tertentu, hal itu terbukti dana yang dikeluarkan oleh organisasi pusat tidak dimaksimalkan dengan mengadakan berbagai macam pertandingan yang mampu menemukan bibit-bibit terbaik didaerah pada cabang olahraga tertentu.
Lebih dari itu telah disadari semua pihak bahwa organisasi itu sebagai struktur dan proses yang tidak mungkin lagi ditangani secara amatiran, namun harus dikelola oleh orang-orang yang profesional, hal ini terkadang terlupakan dalam menajemen organisasi yang hanya mampu menetapkan orang berdaskan kemampuan materinya.
Maka dari itu sebagai tawaran penulis dalam hal ini untuk meningkatkan prestasi atlet harus memulai tata kelola keolahragaan yang baik dengan membuatkan sebuah kerangka piramid.
Tabel 1. Piramida Organisasi Keolahragaan
Pencarian Bakat Secara Menyeluruh,Menemukan Pelatih Yang Profesional,Melakukan Pembinaan,Uji Coba,Tanding Profesional
 














       Piramida olahraga ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan terkait prestasi atlet meskipun dalam perencanaan yang tidak gambang dan memerlukan waktu yang cukup lama dengan melakukan tahap-tahap sesuai dengan isi tabel, dimulai dengan pencarian bibit-bibit dari daerah, memnemukan pelatih yang bukan hanya sebagai pelatih tapi sebagai teman, melakukan pembinaan, tahap uji coba, terakhir atlet diikut sertakan dalam berbagai cabang olahraga yang menjadi bakatnya.

BAB V
PENUTUP
A.      Simpulan
Dalam Pengembangan prestasi olahraga sangatlah diperlukan adanya sistem tata kelola keolahragaan, yang dimuli dengan proses pencarian bakat secara menyeluruh, proses pembinaan yang baik sampai pada pelatih-pelatih yang cukup profesional pada cabangnya. Namun terkadang hal sperti ini tidak berjalan dengan baik itu terbukti tidak adanya peningktan prestasi olahraga di indonesia bahkan hanya mengalami kemunduran.
Maka dari itu perlu adanya perubahan atau terobosan baru dalam sistem tata kelola organisasi olahraga, tata kelola piramida memberikan sedikit gambaran tentang pelaksanaan pengembangan prestasi olahraga indonesia. Dengan pengembangan dan pengelolaan secara rutin maka tidak mungkin bakat-bakat yang belum tersalurkan dari berbagai daerah akan bermunculan yang setidaknya memberikan kesempatan bagi meraka menunjukkan kualitas-kualitas olahraga pada berbagai macam cabang olahrga tertentu.
B.     Saran
Sangat diharapkan untuk kedepanya KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), selaku organisasi yang menaungi mampu melihat hal tersebut dan melakukan pembenahan.  Pemebenahan dalam artian betul-betul memajukan prestasi olahraga indonesi sekaligus mengangkat harkat dan martabat olahraga indonesia dikanca dunia. Dalam hal ini tidak terlepas dari campur tangan pemerintah walaupun organisasi yang selama ini menaungi dunia olahraga bekerja semaksimal mungkin tanpa adanya dorongan maupun sungbangsi materi maka tidak akan adanya perubahan secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA
Aji. 2013. Pola Pembinaan Prestasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Sepak Takraw Putra Jawa Tengah. Media Ilmu Keolahragaan Indonesia: vol 3. Issbn: 2088-6802
Amrank. 2012. Psikologi Kepribadian Sikap Dan Mental Atlet, (online), (http://berachunk-amrank.blogspot.com/2012/10/psikologi-kepribadian-sikap-dan-mental_3.html. Diakses tanggal 24 April 2015).
Anonim. 2011. Panduan Penerapan Tata Kelola, (online), (http://publikasi.kominfo.go.id/bitstream/handle/54323613/119/Panduan%20Penerapan%20Tata%20Kelola%20KIPPP. Diakses tanggal 11 April 2015)

Anonim. 2010. Uu No 3 2005 Sistem Keolahragaan Nasional, (online), (lhttps://lekopkaltim.wordpress.com/2011/04/13/u-u-ri-no-3-tahun-2005-tentang-sistem-keolahragaan-nasional/. Diakses tanggal 11 April 2015)

Darmawati. 2007. Mengelola Sesuatu Perubahan Dalam Organisasi. Yogyakarta: Universitas Negeri Makassar.
Fahmi. 2013. Persepsi Atlet Terhadap SDM PPLM Tentang Prestasi Atlet. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Kartika. 2008. Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Dan Tata Kelola Perusahaan Terhadap Reputasi Dalam Rangka Peningkatkan Kinerja Jamsostek. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.
Lailah. 2012. Dampak Penulisan Latihan Nasional Terhadap Peningkatan Kondisi Fisik  Cabang Skorinji Kompo Nomor  Randori (studi eksperimen expost facto pada atlet kempo platnas SEA Gemes). Bandun: Universitas Pendidikan Indonesia.
Mutmainnah. 2014. Gambaran Pengetahuan Gizi  Olahraga Pelatih Dan Status Gizi Antropometri Siswa Sekolah Sepak Bola  Dikarebosi Makassar.Makassar: Universitas Hasanuddin.
Napitulu. 2012. Kegagalan Olahraga Indonesia,Menpora Harus Bertanggung Jawab,(online),(http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/11/27/kegagalan-olahraga-indonesia-menpora-harus-bertanggung-jawab-506430.html. Diakses tanggal 30 April 2015)
Nando. 2010. Pelatih Olahraga harus Jalan Profesi Sebagai Profesional, (online), http://pekanbaru.tribun news.com/2010/10/19/pelatih-olahraga-harus-jalan-profesi-sebagai-profesional. Diakses tanggal 11 April 2015).
Nugroho. 2010. Menejemen Organisasi Olahraga Prestasi Diprovinsi Daerah Istimewah Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Pelana. 2013. Persepsi Atlet Terhadap SDM PPLM Tentang Prestasi Atlet. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Purnama. 2014. Pengertian Organisasi Olahrga, (online), (http://www.volimaniak.com/2014/07/pengertian-organisasi-olahraga.html#axzz3XaTTbVtz. Diakses tanggal 11 April 2015).
Quroni.2012. Meneropong Keolahragaan Nasional , (online), (https://achmadqurony.files.wordpress.com/2012/03/tugas-makalah-presentasi-meneropong-keolahragaan-nasional.pdf. diaksestanggal11 April 2015).
Rizal. 2011. Falsafah, Tugas, Peran dan Kepribadian Pelatih, (online), (http://maafjiwaku.blogspot.com/2012/04/falsafahtugasperan-dan-kepribadian.html. Diakses tanggal 16 April 2015).
Sudarko. 2009. Peningkatan Kualitas Prosedur Dan Evaluasi Olahraga Unggulan Provinsi Kalimantan Timur. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Syafruddin. 2010. Dalam Pembinaan Prestasi Atlet, (online), (http://profsyafruddin.blogspot.com/. Diakses tanggal April 24 2015).
Sidik. 2010. Prinsip-prinsip Latihan Dalam Olahraga Prestasi, (online), (https://anggaway89.wordpress.com/2010/04/01/prinsip-prinsip-latihan-dalam-olahraga-prestasi/. Diakses tangggal 24 April 2015).

Yulianto. 2006. Kepercayaan Dari Prestasi Atlet Tae Kwon DO. Dipenegoro:Universitas Dipenegoro.