Tata Kelola Piramida
Keolahragaan Dalam Pengembangan Prestasi Atlet
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun
2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional(2005: 36) pembinaan dan pengembangan
industri olahraga dilaksanakan melalui kemitraan yang saling menguntungkan agar
terwujud kegiatan olahraga yang mandiri dan professional. Tentu saja pemerintah
daerah dalam mengembangkan industri olahraga memberikan kemudahan dalam
pembentukan sentra-sentra pembinaan dan pengembangan olahraga.
Negara kita tengah giat membangun untuk mencapai suatu
keadaan di mana ada keadilan dan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik,
budaya, bahkan sampai pembangunan pada
wilayah keolahragaan dan pertahananyang
dapat dinikmati oleh segala lapisan masyarakat baik lahir maupun batin. Dari keadaan
tersebut diharapkan perbedaan antara golongan kaya dan miskin semakin kecil.
Namun untuk menuju kesuatu cita-cita yang ideal diperlukan suatu perjuangan
yang terus menerus. Ada kalanya sering dihadapkan pada masalah-masalah yang
relatif berat dan besar, karena menyangkut hidup orang banyak. Masalah-masalah
tersebut antara lain pengangguran, kemiskinan, pendidikan atau keterampilan
yang rendah, dan produktivitas yang kecil. Oleh karena itu bangsaIndonesia
harus memacu pembangunan nasional untuk meraih sasaran yang ditetapkan. Perkembangan
prestasi para atlet Indonesia dapat dilihat melalui event olahraga yang pada
umumnya diikuti baik di tingkat nasional maupun Internasional yaitu PON, SEA
Games, Asian Games dan Olimpiade.
Berdasarkan
data dari KONI, PON terakhir telah diselenggarakan pada tahun 2008 di Provinsi
Kalimantan Timur dengan juara umum diraih oleh Provinsi Jawa Timur. Di ajang
Internasional, Indonesia mengalami penurunan prestasiolahraga. Peningkatan
mulai terjadi pada Asian Games XVI tahun 2010, Indonesia meraih peringkat ke
15. Lalu pada SEA Games XXVI 2011 dimana Indonesia sebagai tuan rumah, prestasi
atlet Indonesia mengalami perkembangan pesat disebabkan karena Indonesia lolos
menjadi juara umum (Lailah, 2012).
Prestasi olahraga menurut (Setyobroto dalam
Yulianto, 2006) merupakan aktualisasi
dari akumulasi hasil proses latihan yang ditampilkan atlet sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Untuk berprestasi, atlet dibantu seorang pelatih.
Menurut Sukadiyanto(Setyobroto dalam Yulianto, 2006), pelatih adalah seseorang
yang memiliki kemampuan yang profesional untuk membantu mengungkapkan prestasi
atlet menjadi kemampuan yang nyata secaraoptimal dalam waktu yang relatif
singkat.Organisasi keolahragaan merupakan aspek
yang paling penting dalam pencapaian
kualitas prestasi olahraga dan juga sebagai alasan suatu negara memperlihatakan
eksistensinya melalui prestasi atletnya, sejauh ini organisasi keolahragaan
sangat tidak memperlihatkan eksistensinya dimana banyak sekali cabang olahraga
yang tidak terwadai. Berpartisipasi
dalam olahraga melibatkan tingkat tertentu dari resiko, bahkan ketika tindakan
pencegahan yang wajar telah dilaksanakan. Pelatih memiliki beberapa tingkat
tanggung jawab untuk semua aspek dari program atletik mereka. Misalnya, pelatih
perlu khawatir tentang kesejahteraan pemain mereka dan pemeliharaan peralatan
dan fasilitas atletik. Tanggung jawab ini jatuh di bawah payung manajemen
risiko dan evaluasi yang dikendalikan dari lingkungan atletik. Mengevaluasi
manajemen risiko di lingkungan atletik adalah elemen administrasi yang
signifikan untuk pelatih. Sedangkan risiko tidak pernah dapat sepenuhnya
dihilangkan, individu-individu harus menyadari, dan harus berusaha untuk membatasi
paparan peluang kewajiban. Oleh karena itu, pelatih harus mengerahkan upaya
yang signifikan untuk memonitor semua komponen program atletik mereka
Tanpa memiliki rasa percaya diri secara penuh seorang
atlet tidak akan dapat mencapai prestasi tinggi, karena ada hubungan antara
motif berprestasi dan percaya diri. Percaya diri adalah rasa percaya bahwa ia
sanggup dan mampu untuk mencapai prestasi tertentu; apabila prestasinya sudah
tinggi maka individu yang bersangkutan akan lebih percaya diri (Setyobroto dalam
Yulianto, 2006). Kurang percaya diri tidak akan menunjang tercapainya prestasi
yang tinggi. Kurang percaya diri berarti juga meragukan kemampuan diri sendiri,
dan ini jelas merupakan bibit ketegangan, khususnya pada waktu menghadapi
pertandingan melawan pemain yang seimbang kekuatannya, sehingga ketegangan pada
waktu bertanding tersebut merupakan bibit kekalahan. Disampaing itu mental dan
psikis juga sangat menunjang para atlet ketika ingin bertanding menurut (Amrank.
2012), Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat
melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek
psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus
dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya, dengan
memiliki konsep diri yang mantap, seorang atlet akan mampu menghadapi keadaan
yang bagaimana pun juga, dan diaharapkan akan dapat sukses sebagai atlet dan
dapat sukses dalam hidupnya.
Menurut (Setyobroto, 2002), jika tidak memahami makna
dari olah raga yang dilakukannya, maka seorang atlet akan mengalami ketidak
seimbangan tubuh dan jiwa. Prestasi yang dicapainya akan menjadi tidak menentu,
walaupun suatu saat akan mencapai hasil yang baik. Atlet akan mudah mengalami
kemerosotan prestasi dan lebih parah lagi apabila kondisi fisik dan mentalnya mengalami kemrosotan yang lebih tajam. Kesulitan pembinaan pestasi dari fetbinya
terjadi pada segi fisik antara lain keterampilan, kesehatan (kebugaran jasmani), sedangkan dari
segi mental antara lain kedispilinan, motivasi, kreativitas serta kepercayaan
diri atlet.
Dengan itu perlu untuk membangun kualitas kinerja para
atlet dengan melakukan beberapa perubahan dalam sistem pengembangannya atau
tata kelola, dengan pembentukan tata kelola organisasi yang baik kedepanya
mampu membangun kembali semangat olahraga, demikian juga dari segi pembinaan
harus dimulai sejak dini sampai pada tingkat mahasiswa dan ketika usia seperti
ini tidak dapat menghasilkan prestasi yang baik maka susuah untuk berkembang kedepanya
(Pelana, 2013). Salah satu syarat penting dalam pembinaan atlet atau dasar
kokoh, rintisan selalu mengacu pada berbagai komponen terkait diantaranya
pengembangan IPTEK olahraga.
Dengan melihat berbagai macam kemunduran prestasi
olahraga, yang bukan dikarnakan kurangnya sumber daya manusia yang berprestasi
tapi karna organisasi yang menjadi tempat untuk menunnjukkn bakat-bakat
masyarakat tidak terwadahi dengan baik maka dari itu “Tata Kelola Piramida
Organisasi Keolahragaan Dalam Pengembagan Prestasi Atlet” hadir untuk
mengetahui sistem pengambangan dan pengelolaan
prestasi atlet secara menyeluruh sampai pada puncak atlet mampu untuk
diikut sertakan dalam berbagai macam pertandingan.
B. Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah adalah:
Bagaimana
cara untuk meningkatkan prestasi atlet?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian adalah:
“Dapat mengetahui tata kelola oraganisasi olahraga dengan baik melalui
sistem piramida”.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh:
1.
Teoritis
Dari
berbagai alasan dalam pengembangan prestasi atlet dipandang perlu untuk
melakukan perubahan sistem sehingga dapat memungkinkan untuk pencapaian
prestasi atlet dan juga sebagai referensi untuk kedepannya.
2.
Praktis
a.
Mampu meningkatkan motivasi atlet
dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan.
b.
Sebagai awal dari terbentuknya
organisasi dimana dapat memenuhi
segala cabang olahraga yang ada.
c. Sebagai
pembeda dari apa yeng telah ada sebelumnya, dan mampu betul-betul memperbaiki sistem
olahraga yang ada sekarang ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tata Kelola Piramida
Tata kelola adalah suatu perencanaan manajeman dalam
pencapaian suatu tujuan, istilah manajemen (management)
telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda, misalnya
pengelolaan, pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan,
ketetapengurusan, administrasi dan sebagainya. Dari hasil sosialisasi dan
bimtek keamanan informasi tersebut, diketahui bahwa mayoritas instansi peserta
belum memiliki atau sedang menyusun kerangka kerja keamanan informasi yang
memenuhi standar SNI ISO/IEC27001. Beberapa instansi yang telah memiliki
dokumentasi sistem manajemen keamanan informasi juga belum mengetahui apakah
kerangka kerja yang mereka bangun telah memenuhi persyaratan standar SNI
ISO/IEC27001 karena belum menjalani audit secara independen (Kominfo, 2011).
Tujuan jangka panjang dari pembinaan olahraga adalah
mendorong institusi keolahragaan yang ada melakukan tata kelola organisasinya
secara mandiri, efisien, dan akuntabel. Setiap organisasi yang mengelola
olahraga pendidikan perlu diarahkanuntuk menjadi organisasi yang sehat. Mereka
perlu melakukan pembenahan perencanaan dengan menentukan kebijakan dan
program-program dengan berdasarkan pada skala prioritas. Tata kelola juga
berbicara tentang manajemen kinerja, adapun penegertian dari manajemen kinerja
adalah ilmu yang memadukan seni didalamnya untuk menerapkan suatu konsep
manajeman yang memiliki tingkat
fleksibilitas yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi dan misi
sutu kelembagaan atau sistem dengan cara memperguanakan orang yang ada di organisasi
tersebut secara maksimal (Fahmi, 2014).
Sistem tata kelola juga sering dikaitkan dengan, membangun mekanisme
internal dan eksternal guna membimbing karyawan dan
manajer perusahaan, yang masing-masing memiliki
tugas dankewajiban terhadap shareholders, bondholders, danstakeholder (Kartika, 2008)
B. Organisasi Keolahragaan
Menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat,
perusahaan didorong untuk melakukan perubahan agar dapat berkembang dan bertahan
dalam persaingan bisnis yang kompetitif (Darmawati, 2007). Dorongan untuk melakukan perubahan tersebut
dapat berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Dorongan perubahan dari dalam organisas
adalah adanya permasalahan sumber daya manusia dan permasalahan manajerial.
Olahraga
telah menjadi fenomena global dengan diakui kedudukannya oleh Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai instrumen pembangunan dan perdamaian. Oleh karena
itu, pemerintah Indonesia juga memandang penting pembangunan olahraga karena
olahraga diyakini merupakan wahana yang strategis dan efektif dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk membentuk watak dan karakter
bangsa (nation and character building) (Quroni,2013)
World
Conference On Education and Sports for Culture of Peace (I0C dalam
Quroni, Juli 1999),
menyebutkan bahwa:
1.
Olahraga adalah sekolah
kehidupan dan dapat menjadi sekolah perdamaian.
2.
Olahraga dapat
membangun jembatan perdamaian di antara orang-orang dan ras.
3.
Olahraga adalah hak
asasi manusia seperti hak pendidikan, hak untuk identitas dan lainnya
4.
Olahraga adalah alat
yang baik untuk memperkenalkan kebiasaan dari kehormatan.
U.U
RI no. 3 tahun 2005. Tentang sistem keolahragaan nasional setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk melakukan kegiatan olahraga memperoleh pelayanan
dalam kegiatan olahraga memilih dan mengikuti jenis dan cabor yang sesuai bakat
dan minatnya memperoleh pengarahan dukungan, bimbingan, pembinaan dan
pengembangan dalam keolahragaan. menjadi pelaku olahraga mengembangkan industri
olahraga.
Manajer strategis membuat piliha-pilihan baru yang
melibatkan keberhasilan dan perjalanan organisasi. Karena masalah-masalah strategis
sangat unik, maka manajer atas dasar penilaian dan pengalaman harus mampu
mengelola sejumlah sumber daya organisasi kedalam sebuah projek-kegiatan yang mengantarkan
keberhasilan organisasi. Tantanan utama yang dihadapi manajer strategis adalah
memadukan peluang-peluang yang ada di lingkungan dengan kapabilitas-kapabilitas
organisasi kearah pencapaian tujuan organisasi.
Jika dilihat dari berbagai teori
manajemen terinventarisasi fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut: Planning, Organizing, Coordinating,
Motivating, Controlling, Directing, Staffing, Innovation, Representation,
Supervising, Communicating, Actuating, Appraising, Commanding, Reporting,
Executing, dan Budgeting. Dari
sekian banyak fungsi, ada yang memasukkan coordinating
sebagai bagian essensial dari organizing,
sedangkan communicating ada yang memasukkannya
ke dalam motivating, dan reporting hanya sebagai alat kontrol
semata bukan merupakan fungsi yang terpisah (Nugroho, 2010).
Dalam bidang
keolahragaan, maka organisasi yang dibentuk berkaitan dengan kegiatan yang
bergerak di bidang olahraga. Organisasi olahraga mempunyai peranan yang sangat
penting terhadap kegiatan olahraga. Organisasi sebagai wadah kegiatan olahraga
dan menangani semua aktivitas olahraga dalam rangka mencapai prestasi yang
maksimal. Organisasi olahraga berkembang sesuai dengan kebutuhan yang semakin
lama semakin luas tujuannya. Suatu organisasi memerlukan aturan-aturan yang
harus ditaati oleh semua anggota agar tujuan organisasi tersebut tercapai, maka
timbul Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) agar tidak terjadi
penyelewengan (Purnama, 2014).
C. Prestasi Atlet
Pembibitan olahraga adalah tahapan penting yang dijadikan sebagai pondasi
keberhasilan system pembinaan prestasi olahraga. Artinya, berhasil atau tidaknya
system pembinaan prestasi olahraga prestasi sangat dipengaruhi oleh proses pembibitan
yang dilakukan. Kesalahan dalam melakukan proses pembibitan akan menyebabkan terjadi
ketidak menentunya prestasi atau regenerasi tida kontinyu, bahkan biasa mengakibatkan
kegagalan dalam proses pembinaan prestasi olahraga Sebagai akibatnya, atlet akan
mengalami kesulitan dalam upaya meraih prestasi secara optimal.
Akhir-akhir
ini setiap lapisan masyarakat di seluruh nusantara sudah menunggu kejayaan
prestasi yang dapat diraih oleh ara olahragawan yang berlaga di berbagai arena
olahraga. Prestasi yang diraih oleh para olahragawan akan mengangkat harkat dan
martabat bangsa Indonesia yang saat ini sedang mengalami kepurukan. Pengibaran
Bendera merah putih yang bersamaan dengan lagu Indonesia Raya dikumandangkan
pada suatu even telah ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia.
Prestasi olahraga merupakan gejala majemuk, karena
terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. Di dalam dunia olahraga prestasi,
peyebab kegagalan olahragawan dalam kinerjanya ditentukan oleh beberapa faktor seperti:
(1) kemampuan fisik yang kurang prima; (2) penguasaan tekniknya yang kurang
sempurna; (3) penerapan taktik yang kurang tepat; (4) kondisi lingkungan; dan
(5) persiapan psikis yang kurang matang serta pemenuhan gizi makanan yang kurang baik dan lain-lain (Passau dalam Sudarko, 1986).
Disamping aspek-aspek penentu kinerja tingkat tinggi
tersebut terdapat aspek yang tidak kalah pentingnya yang perlu mendapat
perhatian dalam menghasilkan prestasi olahraga yakni pemanduan bakat. Pemanduan
bakat olahraga merupakan usaha yang dilakukan untuk memperkirakan peluang
olahragawan yang berbakat dalam olahraga prestasi, untuk dapat berhasil dalam
menjalani program latihan sehingga mampu mencapai prestasi puncak (Gunarsa
dalam Sudarko, 1992).
Disamping memperhatiakn berbagai aspek juga harus
diperhatikan, proses pembinaan olahraga di usia dini tersebut harus dilakukan
secara terus menerus dan berkelenjutan guna memperbaiki kondisi pencapaian
prestasi olahraga Indonesia yang secara umum menunjukkan inkonsistensi (Aji, 2013).
Disamping pembinaan ilmu gizi juga perlu diperhatikan, kurangnya perhatian mengenai ilmu gizi dalam pembinaan SSB
inilah yang menyebabkan minimnya pengetahuan atlet dan pelatih mengenai makanan
yang baik dalam menunjang prestasi atlet. Padahal, menurut (Husaini dalam Mutmainnah, 2002), gizi yang cukup
dapat menjamin kesehatanoptimal yang dibutuhkan seorang atlet untuk
berprestasi, tetapi banyak orang tidak mengerti hubungan yang langsung antara
gizi yang cukup dengan bentuktubuh, daya tahan, dan pencegahan terhadap
kecelakaan berlatih.
Prestasi olahraga yang telah dicapai oleh atlet
Indonesia baik tingkat nasional maupun internasional perlu terus menerus lebih
ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui
pemenuhan zat gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan para atlet. Hal ini dapat
dicapai apabila semua yang terkait yaitu para atlet sendiri, Pembina olahraga,
dan penyediaan makanan telah sadar gizi pengetahuan (Hidayanti dalam Mutmainnah,
2003).
Pelatih pada umumnya telah melewati kiprahnya di dunia
olah raga sebagai seorang atlet. Oleh karenanya, ketika menjadi seorang pelatih
bagi atlet-atlet di sebuah cabang olah raga, pelatih harus menjalankan
profesinya secara profesional.Saat ini kebanyakan pelatih masih membawakan
performance waktu sebagai atlet.Pelatihharus mengilhami dirinya menjadi panutan
dan teladan bagi atlet disuatu cabang olahraga. "Pelatih itu adalah tulang
punggung cabang olahraga. Jadi, kalau tulang punggung (pelatih) itu sakit, maka
atlet juga akan sakit (Nando, 2010).
Dengan mengobservasi perilaku para atle, biasanya
dapat mengetahui falsafah pelati Gaya permainan para atlet, rasa
hormat(rescpect)Yang diperlihatkan kepada para ofisial dan
lawan-awannya,perilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk (Nando, 2010), mengatasi
stress-stress pertandingan, semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman
dan timnya, staminanya pada akhir-akhir pertandingan, sampai pada kostum
latihan dan yang dipakai dalam pertandingan, itu semua dapat merupakan sebagian
indikator yang (Nando, 2010).
BAB III
METODE
PENULISAN
A.
Jenis penulisan
Jenis penulisan dalam karya tulis
ini adalah kajian pustaka. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif,
sumber literatur dalam karya tulis ini dari buku-buku, Jurnal, dan bahan dari
internet.
B.
Objek Tulisan
Objek tulisan dalam karya tulis ini
adalah sebagai bentuk pengembagan prestasi atlet.
C.
Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik yang digunakan dalam
pengumpulan data dimulai dengan mengumpulkan referensi-referensi yang relevan
dengan persoalan yang diangkat. Yakni mengenai permasalahan yang ada pada
lapangan terkhusus apa yang telah atlet raih dan upaya pemerintah dalam
menanganinya. Setelah pangumpulan data maka dilakukan pengkajian literatur
kemudian memilah informasi yang relevan dengan persoalan yang akan dibahas.
D.
Prosedur Penulisan
Setelah data dirampungkan, maka
dilakukan analisis data yang dikumpulkan sehingga dihasilkan data yang
dapat menunjang dalam pembahasan yang
diramu secara deskrptif.
BAB IV
ANALISIS DAN
SINTETIS
A. Analisis
Dari
berbagai tinjauaan sistem organisasi ataupun tata kelola keolahragaan
diindonesia sangatlah tidak terstruktur yang dampakanya langsung pada prestasi
atlet tanah air mulai dari ketua organisasi dalam cabang olahrga tertentu yang
tidak memiliki kapasitas dalam cabang olahraga tersebut, akibatnya prestasi
indonesia tidak mengalami penigkatan bahkan setiap tahunnya mengalimi
penurunan, dari segi pembinaan khususnya harus sesuai dengan
eksistensi atlet sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan raga, mahkluk sosial,
dan makhluk Tuhan dengan segala sifat dan hukumnya (Amrank, 2012).
Disamping
dari segi pembinaan yang baik juga diperlukan menejeman oraganisasi yang baik
agar mampu menunjang terciptanya peningkatan prestasi olahraga, menurut Nugroho
(2010), Keberhasilan suatu organisasi olahraga
prestasi selalu dikaitkan dengan seberapa jauh prestasi olahragawan yang
dihasilkan oleh organisasi tersebut. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa
organisasi olahraga prestasi yang dapat menjalankan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik dapat diharapkan akan menghasilkan prestasi yang baik pula.
Jika
dilihat dari berbagai teori manajemen terinventarisasi fungsi-fungsi manajemen
sebagai berikut : Planning, Organizing,
Coordinating, Motivating, Controlling, Directing, Staffing, Innovation,
Representation, Supervising, Communicating, Actuating, Appraising, Commanding,
Reporting, Executing, dan Budgeting. Dari
sekian banyak fungsi, ada yang memasukkan coordinating
sebagai bagian essensial dari organizing,
sedangkan communicating ada yang
memasukkannya ke dalam motivating,
dan reporting hanya sebagai alat
kontrol semata bukan merupakan fungsi yang terpisah. Dari segi inilah dapat
kita tarik kesimpulan bahwa organisasi olahraga adalah dasar dari terciptanya
prestasi atlet.
Melihat
dari proses pencapaian sutau prestasi atlet yang baik tak terlepas dari proses
latihan, menurut Syafruddin (2010), seorang atlet diraih melalui suatu proses latihan yang panjang
yang dilakukan secara terprogram, sistematis, terarah dan berkesinambungan
sesuai dengan olahraganya, hal seperti inilah terkadang tidak
dipedulikan yang hanya dijadikan sekedar menggugurka tanggung jawab pelatih dan
organisasi olahrga yang menaunginya.
Disamping
dari sesi latihan yang baik juga sangat diperlukan pelatih yang berkualitas,
dari segi mental dan wawasan. Pelatih yang berkualitas adalah pelatih yang memiliki kemampuan
melatih yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya sesuai dengan cabang olahraga yang dibinanya (Syafruddin, 2010).
Peran seorang pelatih dalam proses pencapaian prestasi atlet harus mampu
mengetahui bahwa fungsi seorang pelatih antara lain: sebagai sahabat / teman
atlet, sebagai peletak dasar disiplin atlet, sebagai idola / figur / panutan,
sebagai orang tua, sebagai siswa yang harus terus belajar, sebagai manajer,
sebagai instruktur, sebagai ilmuwan, sebagai analis, sebagai administrator,
sebagai agen promosi, sebagai guru, dan juga sebagai psikolog (Sidik, 2010),
tak jarang peletih mengetahui hal ini mungkin keterbatasan pemahaman atau
mungkin hanya sekedar melatih dan menggugurkan tanggung jawab.
Dari segala persoalan megenai prestasi atlet
yang paling menjadi perhatian dunia olahraga indonesia adalah jaminan hari tua
untuk para atlet yang berprestasi yang tak kunjung terselesaikan. Jaminan hari
tua untu para atlet setidaknya mampu memberikan motivasi tersendiri untuk para
atlet yang ingin berlaga pada cabang olahraga tertentu dan juga memberikan
doronga tersendiri terhadap orang tua untuk memotivasi anaknya untuk olahraga
prestasi, jaminan hari tua ini juga memberikan warna tersendiri ketika para
atlet menjuarai suatu cabang olahraga tertentu atas jerih payahnya dapat
dihargai bukan hanya mendapat medali juga sedikit mendapat penghargaan berupa
materi walupun tidak seberapa.
B. Sintetis
Berdasarkan
U.U RI no. 3 tahun 2005. Tentang sistem keolahragaan nasional setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk, melakukan
kegiatan olahraga memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga memilih
dan mengikuti jenis dan cabor yang sesuai bakat dan minatnya memperoleh
pengarahan dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam keolahragaan. Menjadi
pelaku olahraga mengembangkan industri olahraga.
Dari U.U
diatas sangat jelas bahwa setiap warga
negara indonesia berhak menunagkan bakat dan minatnya pada cabang olahraga
tertentu namun terlepas dari itu terkadang setiap warga negara indonesia dalam
proses seleksi atlet terkadang dibatasi yang hanya mampu untuk mengikuti seleksi
orang-orang yang dekat dengan pelatih ataupun para pencari bakat.
Dalam segi
pembinaan sering kali menua hasil yang tidak maksimal bukan karena sumber daya
manusi kita yang kurang namun dikarnakan proses seleksi dan pembibitan sering
melelui jalan kompas. Hakekat pembangunan olahraga nasional adalah
upaya dan kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga yang merupakan bagian
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang utamanya ditujukan untuk
pembentukan watak dan kepribadian termasuk sifat-sifat disiplin, sportivitas
dan etos kerja yang tinggi.
Pembangunan olahraga selama ini dilaksanakan
lewat dua jalur. Ada dua jalur yang dilalui dalam poses pembinaan ditanah air,
jalur pertama adalah melalui jalur pendidikan, yang penyelengaraannya
dikoordinasikan oleh Depdiknas, dan kedua adalah pembangunan olahraga lewat
jalur masyarakat yang penyelengaraannya selama ini di koordinasikan oleh Komite
Olahraga Nasional Indonesia (KONI), sebagai organisasi yang mewakili unsur
masyarakat. Kedu jalur ini belum efektif dalam pengembangan ataupun proses
pembibitan atlet dikernakan kurangnya kordinasi antara pihak organisasi pusat
dengan organisasi pada cabang olahraga tertentu, hal itu terbukti dana yang
dikeluarkan oleh organisasi pusat tidak dimaksimalkan dengan mengadakan
berbagai macam pertandingan yang mampu menemukan bibit-bibit terbaik didaerah
pada cabang olahraga tertentu.
Lebih dari itu telah
disadari semua pihak bahwa organisasi itu sebagai struktur dan proses yang
tidak mungkin lagi ditangani secara amatiran, namun harus dikelola oleh
orang-orang yang profesional, hal ini terkadang terlupakan dalam menajemen
organisasi yang hanya mampu menetapkan orang berdaskan kemampuan materinya.
Maka dari
itu sebagai tawaran penulis dalam hal ini untuk meningkatkan prestasi atlet
harus memulai tata kelola keolahragaan yang baik dengan membuatkan sebuah
kerangka piramid.
Tabel 1. Piramida Organisasi Keolahragaan
Piramida olahraga ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan terkait
prestasi atlet meskipun dalam perencanaan yang tidak gambang dan memerlukan
waktu yang cukup lama dengan melakukan tahap-tahap sesuai dengan isi tabel,
dimulai dengan pencarian bibit-bibit dari daerah, memnemukan pelatih yang bukan
hanya sebagai pelatih tapi sebagai teman, melakukan pembinaan, tahap uji coba,
terakhir atlet diikut sertakan dalam berbagai cabang olahraga yang menjadi
bakatnya.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam
Pengembangan prestasi olahraga sangatlah diperlukan adanya sistem tata kelola
keolahragaan, yang dimuli dengan proses pencarian bakat secara menyeluruh,
proses pembinaan yang baik sampai pada pelatih-pelatih yang cukup profesional
pada cabangnya. Namun terkadang hal sperti ini tidak berjalan dengan baik itu
terbukti tidak adanya peningktan prestasi olahraga di indonesia bahkan hanya
mengalami kemunduran.
Maka dari
itu perlu adanya perubahan atau terobosan baru dalam sistem tata kelola
organisasi olahraga, tata kelola piramida memberikan sedikit gambaran tentang
pelaksanaan pengembangan prestasi olahraga indonesia. Dengan pengembangan dan
pengelolaan secara rutin maka tidak mungkin bakat-bakat yang belum tersalurkan
dari berbagai daerah akan bermunculan yang setidaknya memberikan kesempatan
bagi meraka menunjukkan kualitas-kualitas olahraga pada berbagai macam cabang
olahrga tertentu.
B. Saran
Sangat diharapkan untuk kedepanya KONI (Komite
Olahraga Nasional Indonesia), selaku organisasi yang menaungi mampu melihat hal
tersebut dan melakukan pembenahan. Pemebenahan
dalam artian betul-betul memajukan prestasi olahraga indonesi sekaligus
mengangkat harkat dan martabat olahraga indonesia dikanca dunia. Dalam hal ini
tidak terlepas dari campur tangan pemerintah walaupun organisasi yang selama
ini menaungi dunia olahraga bekerja semaksimal mungkin tanpa adanya dorongan
maupun sungbangsi materi maka tidak akan adanya perubahan secara signifikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Aji. 2013. Pola
Pembinaan Prestasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Sepak Takraw
Putra Jawa Tengah. Media Ilmu Keolahragaan Indonesia: vol 3. Issbn:
2088-6802
Darmawati. 2007. Mengelola
Sesuatu Perubahan Dalam Organisasi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Makassar.
Fahmi. 2013. Persepsi
Atlet Terhadap SDM PPLM Tentang Prestasi Atlet. Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta.
Kartika. 2008. Pengaruh
Tanggung Jawab Sosial Dan Tata Kelola Perusahaan Terhadap Reputasi Dalam Rangka
Peningkatkan Kinerja Jamsostek. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.
Lailah. 2012. Dampak
Penulisan Latihan Nasional Terhadap Peningkatan Kondisi Fisik Cabang Skorinji Kompo Nomor Randori (studi eksperimen expost facto pada atlet
kempo platnas SEA Gemes). Bandun: Universitas Pendidikan Indonesia.
Mutmainnah. 2014. Gambaran
Pengetahuan Gizi Olahraga Pelatih Dan
Status Gizi Antropometri Siswa Sekolah Sepak Bola Dikarebosi Makassar.Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Nando. 2010. Pelatih Olahraga harus Jalan Profesi Sebagai Profesional, (online), http://pekanbaru.tribun news.com/2010/10/19/pelatih-olahraga-harus-jalan-profesi-sebagai-profesional. Diakses tanggal 11 April 2015).
Nugroho. 2010. Menejemen
Organisasi Olahraga Prestasi Diprovinsi Daerah Istimewah Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Pelana. 2013. Persepsi
Atlet Terhadap SDM PPLM Tentang Prestasi Atlet. Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta.
Sudarko. 2009. Peningkatan Kualitas Prosedur Dan Evaluasi
Olahraga Unggulan Provinsi Kalimantan Timur. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Yulianto. 2006. Kepercayaan Dari Prestasi Atlet Tae Kwon DO.
Dipenegoro:Universitas Dipenegoro.